Teka-teki Pemindahan Ibu Kota Negara
Jumat, 10 Mei 2019
Edit
Wacana lama pemidahan ibukota negara kembali berdengung akhir-akhir ini. penyebabnya tidak lain dan tidak bukan sebab Jakarta sebagai ibukota negara ketika ini tidakdapat lagi menanggung beban berat, sebab di samping sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik, Jakarta pun sebagai pusat industri bisnis nomor satu di Indonesia. Disamping tersebut juga, distrik Jakarta dan Jabotabek yang sarat sesak, tidak bisa menampung warga yang meningkat terus laksana deret hitung.
Sekarang saja warga Jakarta dan sekitarnya kurang lebih 30 juta penduduk, lebih dari 10 persen dari total jumlah warga Indonesia. Hal lain yang memaksa ibukota mesti dipindahkan ialah untuk mendorong pemerataan pembangunan dengan mengalihkan Ibukota ke wilayah unsur timur yang masih segar dan dapat mempresentasikan identitas bangsa, kebinekaan dan penghayatan, serta pelaksanaan terhadap Pancasila.
Juga, pastinya untuk membuat ibukota yang merealisasikan konsep smart, green, and beautiful city demi meningkatkan keterampilan daya saing (competitiveness) secara nasional maupun regional.
Biaya pemindahan ibu kota masih lebih murah dibanding pengajuan rencana infrastruktur jakarta oleh anies baswedan
Selain tersebut tentunya guna menghemat ongkos yang dikeluarkan dalam upaya mengawal stabilitas finansial negara demi membuat pembangunan yang berfungsi dan berdaya guna.
Karena bukan rahasia umum lagi, bagaimana kinerja Gubernur DKI kini yang dikelola oleh Anies Baswedan. Baik tersebut dalam mengelola pemerintahan, maupun perkiraan anggaran DKI Jakarta.
Dengan pedenya, Anies telah mengemukakan proyek infrastruktur DKI dengan angka luar biasa mencapai 571 triliun rupiah. Angka ini paling besar bila dikomparasikan dengan kajian yang telah dilaksanakan untuk mengalihkan ibukota ke luar dari Pulau Jawa yang hanya membutuhkan ongkos sekitar 323 – 466 triliun rupiah. Dan ini telah diamini secara prinsip oleh Pemerintahan kini lewat Rapat Terbatas mengenai Pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Presiden Joko Widodo menegaskan, dibutuhkan cara beranggapan jangka panjang dan berlingkup luas dalam membicarakan rencana pemindahan ibu kota. Pertimbangan utama juga harus kepentingan bangsa dan negara dalam menyongsong persaingan global.
Teka Teki Ibu Kota Baru?
Lantas pertanyaannya, Dimana Letak Ibu Kota Baru itu? Melihat urgensinya pemindahan ibu kota baru disebabkan Jakarta tidak lagi dapat menahan beban berat, belum lagi ancaman Jakarta, di antara kota sangat cepat terbenam atau tenggelam di dunia, yang terus merasakan penurunan sejumlah satu sentimeter setiap tahun, merupakan sebuah ancaman serius yang mesti diantisipasi secepat mungkin.
Sebenarnya teka teki pemindahan ibu kota negara ini telah lama didengung-dengungkan, bahkan oleh Presiden Soekarno, Presiden Pertama di Republik ini di tahun 1957. Beliau dengan tegasnya sudah menunjuk Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai tujuan yang akan jadi ibu kota negara.
Pertimbangan beliau, sebab Palangkaraya berada tepat di tengah-tengah Indonesia, juga dengan luasnya yang empat kali lebih luas dari Jakarta. Pemerintahan Jokowi pun telah mempelajarai kelayakan Palangkaraya sebagai ibu kota baru semenjak tahun 2017 yang lalu. Dan kini, Pak Jokowi sudah terbang langsung ke Kalimantan guna kembali meninjau kelayakan kota Palangkaraya yang pernah di usulkan oleh Bung Karno jadi Ibu Kota Indonesia.
Daerah kedua yang jadi calon ibu kota negara, wilayah Jonggol di Jawa Barat, dicalonkan Presiden Soeharto di tahun 1997. Kawasan Jonggol sudah disiapkan sebagai ibu kota berdikari seluas 30 hektar.
Lalu, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, yang berasal dari Sulawesi Selatan,menganjurkan untuk menanam ibu kota baru di pulau itu. Kalla mengesampingkan pulau Sumatra di sebelah unsur timur Jakarta sebagai pilihan ibu kota baru, sebab Sumatra berisiko tinggi terpapar bencana alam.
Sementara Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menanggapi pemindahan ibu kota Indonesia dengan mengemukakan kota kelahirannya, Madura, Jawa Timur. Ketika ditanya alasannya, Mahfud MD hanya berujar, “Ya sebab saya orang Madura seneng bila Madura jadi Ibu Kota Indonesia, gitu saja," ujarnya di lokasi tinggal BJ Habibie, Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (1/5/2019).
Bambang Brodjonegoro, Menteri PPN (Perencanaan Pembangunan Nasional) /Kepala Bappenasmenuliskan bahwa ibu kota baru akan memerlukan luas lahan sampai 40.000 hektar dan mempunyai populasi antara 900.000 sampai 1,5 juta orang. Pun relokasi ibu kota dapat memakan masa-masa lima sampai 10 tahun. “Itu bakal memakan waktu. Tanah yang terdapat harus bebas konflik dan didapatkan dengan persetujuan dari empunya sebelumnya, sebelum pembangunan bisa dilakukan,” tutur Bambang.
Ibu Kota Baru Impian Indonesia dan Mesir
Dengan disetujuinya pemindahan ibu kota negara di luar dari Pulau Jawa, menunjukkan Indonesia melanjutkan tren ibu kota baru, baik tersebut di Asia Tenggara, maupun di dunia internasional.
Malaysia telah memulainya, tahun 1999 resmi mengalihkan pusat pemerintahannya ke Putrajaya. Namun, Gedung Parlemen dan pusat perekonomian tetap sedang di Kuala Lumpur.
Lalu terdapat relokasi tiba-tiba ibu kota Myanmar dari Yangon ke Naypyidaw tahun 2006. Lalu terbaru, Mesir sekarang sedang menggebut proses pembangunan ibu kota negara baru mereka.
Ya, Mesir sekarang merajut khayalan untuk menemukan ibu kota baru pengganti Kairo. Walau namanya masih dirahasiakan, namun prosesnya terus berlanjut sejak di restui oleh Presiden Abdel Fatah el-Sisi, Maret 2015. Inilah megaproyek sangat ambisius Presiden Sisi yang diduga menelan ongkos 45 miliar dollar AS atau setara dengan 641,7 triliun rupiah.
Letak dari Ibu Kota Baru – New Capital Mesir terletak selama 45 kilometer sebelah unsur timur kota Kairo, Mesir. Di sana-sini tampak kaplingan dengan papan bertuliskan “Di Sini Akan Dibangun Kompleks Kantor Kedutaan Besar”, “Di Sini Akan Dibangun Kompleks Perkantoran”, Di Sini Akan Dibangun Central Park”, dan lain-lain. Hingga kini, area pembangunan ibu kota baru Mesir tersebut masih dinamakan Ibu Kota Baru – ‘Asimah Al Jadidah.
Tujuan pembangunan ibu kota baru Mesir tersebut jelas dilafalkan Presiden guna meringankan beban kepadatan warga kota Kairo yang ketika ini telah menjangkau 18 juta jiwa dengan infrastruktur yang telah tidak mencukupi pula.
Bandingkan dengan Jakarta, dalam bayang-bayang saya, suasana di Kairo tidak jauh lain dengan yang dihadapi oleh Pemerintah di DKI Jakarta sekarang. Kepadatan, kemacetan,sampai pembangunan infrastruktur bagaimanapun hebatnya tidak akan dapat mengembalikan wajah DKI Jakarta menjadi ibu kota yang cocok dengan idaman anda semua.
Jadi, daripada menghabiskan perkiraan hingga menjangkau 517 triliun rupiah seperti yang diusulkan oleh gubernur hasil opsi 58 persen penduduk Jakarta yang diimiing iming di janjikan dengan janji-janji manis untuk membina infrastruktur Jakarta?
Lebih baik mengalihkan ibu kota negara ke wilayah yang memang pas dan dapat merepresentasikan Indonesia yang beragam, berbudaya, Pancasila, dan pastinya mewujudkan pemerataan pembangunan di Indonesia.
Teka tekinya kemana ibu kota negara dipindahkan? Kalau menurut keterangan dari feeling saya sih akan beralih ke lokasi dimana Bung Karno di tahun 1957 merancang kota Palangkaraya sebagai Ibu Kota Negara Indonesia. Dan Pak Jokowi yang dijamin akan memimpin di periode kedua, mewujudkan cita-cita Bung Karno tersebut. Kita tuunggu saja
Related Posts